Rabu, 31 Maret 2010

TAWASUL


Tawasul Memang banyak pemahaman saudara-saudara kita muslimin yang perlu diluruskan
tentang tawassul, tawassul adalah berdoa kepada Allah dengan perantara amal shalih, orang shalih, malaikat, atau orang-orang mukmin. Tawassul merupakan hal yang sunnah, dan tak pernah ditentang oleh Rasul saw, tak pula oleh Ijma Sahabat radhiyallahuanhum, tak pula oleh Tabiin, dan bahkan para Ulama dan Imam-Imam besar Muhadditsin, mereka berdoa tanpa perantara atau dengan perantara, dan tak ada yang
menentangnya, apalagi mengharamkannya, atau bahkan memusyrikkan orang yang
mengamalkannya.
Pengingkaran hanya muncul pada abad ke 19-20
ini, dengan munculnya sekte sesat yang
memusyrikkan orang-orang yang bertawassul,
padahal Tawassul adalah sunnah Rasul saw,
sebagaimana hadits shahih dibawah ini : Wahai
Allah, Demi orang-orang yang berdoa kepada
Mu, demi orang-orang yang bersemangat
menuju (keridhoan) Mu, dan Demi langkah-
langkahku ini kepada (keridhoan) Mu, maka aku
tak keluar dengan niat berbuat jahat, dan tidak
pula berniat membuat kerusuhan, tak pula
keluarku ini karena Riya atau sumah.. hingga akhir
hadits. (HR Imam Ahmad, Imam Ibn Khuzaimah,
Imam Abu Naiem, Imam Baihaqy, Imam
Thabrani, Imam Ibn Sunni, Imam Ibn Majah
dengan sanad Shahih). Hadits ini kemudian
hingga kini digunakan oleh seluruh muslimin
untuk doa menuju masjid dan doa safar.
Tujuh Imam Muhaddits meriwayatkan hadits ini,
bahwa Rasul saw berdoa dengan Tawassul
kepada orang-orang yang berdoa kepada Allah,
lalu kepada orang-orang yang bersemangat
kepada keridhoan Allah, dan barulah bertawassul
kepada Amal shalih beliau saw (demi langkah2ku
ini kepada keridhoan Mu).
Siapakah Muhaddits?, Muhaddits adalah seorang
ahli hadits yang sudah hafal 10.000 (sepuluh ribu)
hadits beserta hukum sanad dan hukum
matannya, betapa jenius dan briliannya mereka
ini dan betapa Luasnya pemahaman mereka
tentang hadist Rasul saw, sedangkan satu hadits
pendek, bisa menjadi dua halaman bila disertai
hukum sanad dan hukum matannya. Lalu hadits
diatas diriwayatkan oleh tujuh Muhaddits..,
apakah kiranya kita masih memilih pendapat
madzhab sesat yang baru muncul di abad ke 20
ini, dengan ucapan orang-orang yang dianggap
muhaddits padahal tak satupun dari mereka
mencapai kategori Muhaddits , dan kategori
ulama atau apalagi Imam Madzhab, mereka
bukanlah pencaci, apalagi memusyrikkan orang-
orang yang beramal dengan landasan hadits
shahih.
Masih banyak hadits lain yang menjadi dalil
tawassul adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana
hadits yang dikeluarkan oleh Abu Nu'aim,
Thabrani dan Ibn Hibban dalam shahihnya,
bahwa ketika wafatnya Fathimah binti Asad
(Bunda dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw,
dalam hadits itu disebutkan Rasul saw rebah/
bersandar dikuburnya dan berdoa : Allah Yang
Menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha
Hidup tak akan mati, ampunilah dosa Ibuku
Fathimah binti Asad, dan bimbinglah hujjah nya
(pertanyaan di kubur), dan luaskanlah atasnya
kuburnya, Demi Nabi Mu dan Demi para Nabi
sebelum Mu, Sungguh Engkau Maha Pengasih
dari semua pemilik sifat kasih sayang.", jelas
sudah dengan hadits ini pula bahwa Rasul saw
bertawassul di kubur, kepada para Nabi yang
telah wafat, untuk mendoakan Bibi beliau saw
(Istri Abu Thalib).
Demikian pula tawassul Sayyidina Umar bin
Khattab ra. Beliau berdoa meminta hujan kepada
Allah : Wahai Allah.. kami telah bertawassul
dengan Nabi kami (saw) dan Engkau beri kami
hujan, maka kini kami bertawassul dengan
Paman beliau (saw) yang melihat beliau (saw),
maka turunkanlah hujan..?. maka hujanpun
turun. (Shahih Bukhari hadits no.963 dan hadits
yang sama pada Shahih Bukhari hadits no.3508).
Umar bin Khattab ra melakukannya, para sahabat
tak menentangnya, demikian pula para Imam-
Imam besar itu tak satupun mengharamkannya,
apalagi mengatakan musyrik bagi yang
mengamalkannya, hanyalah pendapat sekte sesat
ini yang memusyrikkan orang yang bertawassul,
padahal Rasul saw sendiri berrtawassul. Apakah
mereka memusyrikkan Rasul saw?, dan
Sayyidina Umar bin Khattab ra bertawassul,
apakah mereka memusyrikkan Umar ?,
Naudzubillah dari pemahaman sesat ini.
Mengenai pendapat sebagian dari mereka yang
mengatakan bahwa tawassul hanya boleh pada
orang yang masih hidup, maka entah darimana
pula mereka mengarang persyaratan tawassul
itu, dan mereka mengatakan bahwa orang yang
sudah mati tak akan dapat memberi manfaat
lagi.., pendapat yang jelas-jelas datang dari
pemahaman yang sangat dangkal, dan pemikiran
yang sangat buta terhadap kesucian tauhid..
Jelas dan tanpa syak bahwa tak ada satu
makhlukpun dapat memberi manfaat dan
mudharrat terkecuali dengan izin Allah, lalu
mereka mengatakan bahwa makhluk hidup bisa
memberi manfaat, dan yang mati mustahil?, lalu
dimana kesucian tauhid dalam keimanan mereka?
Tak ada perbedaan dari yang hidup dan yang
mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin
Allah.., yang hidup tak akan mampu berbuat
terkecuali dengan izin Allah, dan yang mati pun
bukan mustahil memberi manfaat bila
dikehendaki Allah. karena penafian kekuasaan
Allah atas orang yang mati adalah kekufuran yang
jelas.
Ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta
kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi
berperantara kepada keshalihan seseorang, atau
kedekatan derajatnya kepada Allah swt, sesekali
bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah,
yang telah memilih orang tersebut hingga ia
menjadi shalih, hidup atau mati tak membedakan
Kudrat ilahi atau membatasi kemampuan Allah,
karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka
kepada Allah tetap abadi walau mereka telah
wafat.
Contoh lebih mudah, anda ingin melamar
pekerjaan, atau mengemis, lalu anda mendatangi
seorang saudagar kaya, dan kebetulan mendiang
tetangga anda yang telah wafat adalah abdi
setianya yang selalu dipuji oleh si saudagar, lalu
anda saat melamar pekerjaan atau mungkin
mengemis pada saudagar itu, anda berkata :
"Berilah saya tuan.. (atau) terimalah lamaran saya
tuan, saya mohon.. saya adalah tetangga dekat
fulan, nah.. bukankah ini mengambil manfaat dari
orang yang telah mati?, bagaimana dengan
pandangan bodoh yang mengatakan orang mati
tak bisa memberi manfaat??, jelas-jelas saudagar
akan sangat menghormati atau menerima
lamaran pekerjaan anda, atau memberi anda
uang lebih, karena anda menyebut nama orang
yang ia cintai, walau sudah wafat, tapi kecintaan si
saudagar akan terus selama saudagar itu masih
hidup?, pun seandainya ia tak memberi, namun
harapan untuk dikabulkan akan lebih besar, lalu
bagaimana dengan Arrahmaan Arrhiim, Yang
Maha Pemurah dan Maha Menyantuni?? dan
tetangga anda yang telah wafat tak bangkit dari
kubur dan tak tahu menahu tentang lamaran
anda pada si saudagar, NAMUN ANDA
MENDAPAT MANFAAT BESAR DARI ORANG
YANG TELAH WAFAT.
aduh...aduh... entah apa yang membuat
pemikiran mereka sempit hingga tak mampu
mengambil permisalan mudah seperti ini. Firman Allah : "MEREKA ITU TULI, BISU DAN BUTA DAN TAK MAU KEMBALI PADA KEBENARAN" (QS Albaqarah-18). Wahai Allah beri hidayah pada kaumku, sungguh mereka tak
mengetahui.
Wassalam.

Tidak ada komentar: